Wednesday, October 15, 2008

OBSESI CHICHA



Jaman saya kecil dulu, ada satu bintang cilik yang menjadi idola saya yaitu Chicha Koeswoyo. Aduuuuh…cantiknyaa. Saya begitu terobsesi menjadi seperti dia. Paling tidak, kalau ngga bisa mirip wajah, saya bisa punya rambut sepanjang dia… hehehe..

Mama saya yang sangat mengerti kegemaran saya itu, dengan senang hati membelikan saya kaset album lagu-lagu Chicha, serta beberapa kali menemani saya menonton film yang dibintangi oleh Chicha. Waktu itu kami masih tinggal di Bantul dan kami menonton di Bioskop Shopping dekat Malioboro. Duuh… mama ternyata sejak dulu memang baik dan senantiasa menuruti kemauan saya.

Saking ngefans nya saya sama Chicha, saya sempat minta dipanggil ‘Chicha’ oleh teman-teman main saya yang tentu saja menuai protes sepupu-sepupu saya yang usianya di atas saya. Dengan galak mereka bilang gini “jenengmu ki rak Pipi, mbok ojo ganti-ganti tho…” hihihihi… iiih.. saya tuh kok kecil-kecil ngga pernah puas sama nama sendiri ya? Ck..ck.. dasar..!!!

Selain mengikuti gaya Chicha dalam menyanyi, saya juga mensontek pose Chicha di Iklan Batu baterai ABC.. yaitu mengacungkan jempolnya..hahaha… hmmm… foto-foto saya yang dulu kemana ya? Perpindahan dari Bantul ke Jakarta membuat sebagian besar foto album hilang entah kemana.. hiks..

Properti Chicha yang saya miliki waktu kecil adalah :

Tas selempang kecil (seperti dompet)
Topi bundar
Baju setali warna merah dan putih dengan aksen kerut di dada
Daster untuk tidur
Celengan Babi

Lumayan banyak juga untuk ukuran jaman dulu dan untuk ukuran anak Bantul..hehehe.. Waktu pindah ke Jakarta dulu, Bapak membujuk saya dengan iming-iming begini: “Kalau pindah ke Jakarta, nanti bisa ketemu Chicha lho..” Faktanya hingga hari ini, saya belum pernah sekalipun bertemu Chicha.

Sunday, October 5, 2008

UNTUK SEBUAH NAMA






Waktu kecil dulu, saya sempet kesal dengan nama pemberian ortu saya. Menurut saya, nama saya jelek sekali. Tidak seperti nama-nama pada umumnya. Dengan mudahnya orang lain akan memanggil dengan apa yang mereka mau yang penting ada unsur P dan I. asli nick name saya Pipi, tapi banyak yang memanggil saya Pipit, pipin, pipet, pipul, Epi, Pia ada juga yang sengaja memanggil dengan nama Tipi dan Pilus (seperti makanan). Lama kelamaan, akhirnya panggilan saya yang banyak itu pun hilang tertelan bumi. Yang tetinggal hanya pipi untuk pangilan rumah dan Sofie untuk panggilan resmi dan nama panggung..halah.. hahaha…

Kembali lagi ke soal nama, yang menurut saya lain di banding saudara-saudara saya. Lha wong orang jawa kok ngga ada jawa-jawa nya. Saya sampai bertanya kenapa sih nama saya bukan : dewi atau sari. Menurut saya kedua nama itu indah dan cantik sekali. Waktu saya membaca majalah Bobo, saya terpesona pada peri baik hati si Juwita musuh si Sirik dan ingin ganti nama menjadi “Juwita”. Beberapa kali, ketika berkenalan misalnya di kolam renang, saya mengaku bernama Juwita.. hihihihi…

Hmm.. tapi kemudian saya bersyukur ketika melihat program acara lenong rumpie di RCTI awal tahun 90-an. Salah satu pemainnya Ade bimbi disitu berperan sebagai juwita, dan sering dipanggil “juwiiiiiii..”. Tahu sendirilah Ade Bimbi khan casingnya cowo bgt, berperawakan kurus, hitam legam dengan rambut kriting. Haduuuh… ilfil deh kalo saya punya nawa juwita… dan dipanggil cowo-cowo “Juwiiiiii…” hahahaha

Setelah dewasa, saya kian mengerti nama itu penting. Nama yang diberikan pasti memiliki arti yang baik. Nama juga harus cocok dengan orang yang menyandangnya. Jika tidak cocok, jangan heran kalau si anak jadi sakit-sakitan sehingga harus ganti nama dan mesti “selametan’” lagi. Selain itu, sengaja mapun tidak, nama juga mengandung harapan dan cita-cita orang tua terhadap anaknya. Selain itu, bagi yang percaya (termasuk saya tentunya) nama ternyata punya “sejarah” dan “peristiwa” tersendiri yang membawa pengaruh bagi penyandangnya di kehidupan serta pada nasib nya.

Kini saya amat bersyukur dan sangat berterimakasih pada ortu terutama bapak saya, karena telah memberi saya nama yang indah, tidak pasaran dan memiliki arti yang baik. Nama depan saya, sama dengan nama depan orang-orang beken alias seleb. Kalau waktu kecil, saya cuma tahu bintang film Sophia lorens, sekarang ini sudah lumayan banyak seleb dengan nama depan “Sophia”, dari Sophie Marceu, Sophia latjuba sampai Sophie Navita…yaa… itung-itung numpang beken deh.. hehehe…

Nama tengah saya lain lagi. Bapak saya mengambil dari salah satu nama ayat atau surat di kitab Suci Alqur’an yang artinya Petir. Beberapa orang India, banyak menggunakan nama ini sebagai nama mereka. What a beautiful combination name. Thanks bapak..!

Sekarang ini, jika ada yang mendengar nama saya, pasti mengernyitkan keningnya “orang mana sih?” hmmm… orang mana ngga pentinglah. Yang penting : ini lho saya!!


Sunday, September 7, 2008

DOLANAN BOCAH

Sumber : Google picture


Saya adalah “bocah” yang beruntung, karena dapat merasakan every single detail permainan kanak-kanak baik tradisional maupun modern, baik menggunakan bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Hebatnya itu saya lakukan dalam satu masa yang sama… (maksudnya setahun sekali selama 3 minggu pada saat berlibur di Bantul) eh.. kok bangga? Iya laah… khan jarang ada anak seberuntung saya bisa merasakan permainan yang asik-asik.. paling tidak jika di compare dengan teman-teman satu sekolah dan tetangga kanan kiri rumah deh..…hehe

Dolanan bocah yang saya suka antara lain adalah :

1. Bermain “Jamuran”. Seingat saya bentuk permainannya bergandengan membentuk lingkaran trus jalan berputar sambil bernyanyi menggunakan bahasa jawa, mengelilingi satu orang yang “jaga”. Di akhir lagu kita bertanya “mau jamur apa?” nanti terserah si penjaga menyebutkan jenis jamur yang dia mau. Biasanya sih dia akan pilih yang susah, biar ada yang kalah trus nanti gantian jaga. Menurut saya ada dua jenis jamur yang sulit untuk dipenuhi yaitu jamur angin dan jamur kendi. Yaah.. gimana ngga sulit, wong kalo jamur angin kita diharuskan mengangkat kaki satu dengan cara memeluk dengkul dengan posisi berdiri. Lalu kita akan diputar sekencanga-kencangnya dan dilarang jatuh pula… huaaa… ngga mungkin banget khan? Jatuh sih sudah pasti. Sementara yang nggilani adalah jamur kendi dimana kita diharuskan untuk pipis… ck..ck.. kebayang deh kita akan rame-rame ‘buka celana’ di bawah pohon (biasanya pohon kelapa). Yang ngga bisa pipis (mungkin krn sudah dihabiskan di rumah) dinyatakan kalah. Ya ampuuuun.. Kok saya mau-maunya yaaa dulu? Secara kita masih kecil dan polos yaa.. gembira aja pipis rame-rame tanpa cebok……iiih jorky deeeh…!! Untung ngga JAMURAN BENERAN.. bhihihi…


Sumber : Pribadi


2. Cublak-Cublak Suweng. Lagunya ceria dan banyak dinyanyikan di kaset lagu anak-anak. Permainannya menggunakan batu kerikil kecil. Yang jaga atau yang terhukum di haruskan telungkup alias nungging dan para player masing-masing menaruh satu tangannya dalam posisi terbuka di atas punggung sang terhukum. Sambil bernyanyi “cublak2 suweng..… sopo ngguyu ndele’ake.. sir sir pong…dst…” salah satu orang yang kita tunjuk untuk mengedarkan kerikil ke telapak tangan semua player, pada akhir lagu akan menaruh kerikil tersebut ke salah satu-nya. Si terhukum nantinya harus menebak siapa yang pegang kerikil itu. Seruuuu.. banget main cublak-cublak bareng sepupu. Si terhukum akan kita ledek habis-habisan dengan memasang muka jelek, melotot-melotot dan menjulurkan lidah manakala si terhukum tidak bisa menebak yang pegang kerikil.. hihih

Sebetulnya masih banyak jenis permainan tradisional yang saya suka, tapi yang berkesan dan lucu, yaa.. dua itu. Permainan yang lebih umum macam bekel, karet, congklak, galasin, tak benteng, saya juga suka berbanding lurus dengan permainan modern macam game watch, view master dan boneka-bonekaan (sayangnya..bukan Barbie).

Permainan lagu-lagu di Jakarta juga ngga kalah asiknya. Yang ngetop saat itu adalah lagu dengan lirik begini: “putih putih melati ali baba.. merah merah delima pinokia..” dan lagupun akan di akhiri dengan kalimat “Jadi patung..”!!! kalimat itu cukup popular karena selalu menjadi penutup semua lagu-lagu permainan lainnya. Saya jadi mikir, kenapa sih si pencipta atau whoever yang mengcreate permainan itu selalu menutupnya dengan ‘jadi patung’? Kok kurang creative yaa…? para player hanya akan mematung sambil nahan senyum dan berusaha tidak bergerak sama sekali, karena sekali bergerak mereka akan jadi si tertahan alias tukang jaga. Hmmm… kira-kira ada hubungannya engga ya, dengan kebiasaan para murid di kelas yang tiba-tiba berubah jadi patung ketika mendapat pertanyaan dari guru? Hahahaha..



Saturday, September 6, 2008

BANTUL TERCINTA



Bantul menurut saya baru mulai ngetop sewaktu dilanda gempa di tahun 2006. Sebelum itu, mana ada yang kenal… (?) kalaupun ada yang tahu, pasti mereka mentertawakan. Saya ingat, waktu kuliah dulu ada bapak-bapak petugas admin kampus yang tanya “lahir di bantul? Dimana tuh? Kok nama daerahnya lucu sih.... ? bantululululululul….” Gitu katanya…. Hahaha… saya ikutan tertawa.

Lain lagi, komen teman satu training dulu waktu saya kerja di Banking Company Top negeri ini. “hah Bantul..? itu khan Desa miskin. Masuk list IDT – inpres desa tertinggal” sebelum saya jawab, peserta training lain menyahut “emang kenapa kalo miskin? Loe mau bantu? Loe betawi banyak tanah luas juga cuman dijualin bukan? Trus jatuh-jatuhnya banyak yang miskin juga…” waduuuh… ngga ikutan ah, kenapa jadi ribut sih?

Plat Mobil-Motor Yogyakarta yang dimulai dari abjad “AB” pun konon merupakan singkatan dari : Aaaaa…. Bantul…!!!! Hihihihi… ada-ada saja. Akhir-akhir ini saya juga banyak mendengar istilah lucu lain yaitu : GABAN (gadis Bantul) dan MACAN TUTUL (manis cantik turunan bantul) weeeeh… saya doooonk? Hahahahaha…. Huuushhh..!!

Apapun komentar orang, saya tetap selalu kangen sama Bantul dan kota Yogya-nya. Biarpun sudah pernah lihat kincir angin dan bunga Tulip di Amsteram, saya tetap kangen sama sawah dan kali kecil bening depan rumah bude. Biarpun pernah kekenyangan makan buah ceri di Montpelier, saya tetap terkenang buah Murbei dan buah Talok di pekarangan rumah Mbah Adi. Biarpun Sudah pernah lihat menara Eifel di Paris dan Manekin Pis di Brussel, saya tetap kangen melewati gapura Pojok Beteng Wetan dan Kulon. Biarpun saya pernah menikmati pagi yang sejuk di laut Mediterania, saya tetap suka pantai Parang Tritis. Biarpun saya pernah melihat pertunjukan Flamenco di Barcelona, saya tetap suka tarian-tarian jawa di panggung Balaidesa serta Jatilan dengan “gendruwo”nya serta ketoprak yang ada Petruk, Gareng Bagong dan Semar.

Ngga tahu kenapa, saya selalu kangen sama panas dan debunya Bantul, kangen sama pasar becek dan bau jajanannya, kangen mbok-mbok yang jalan bawa tenggok di pinggang pake kain batik trus bicara-bicara medhok Jawa. Saya juga kangen mendengar sayup-sayup music gamelan langsung dari klenengan aslinya.

Tuuuh betul khan?
Saya memang orang Bantul asli.
Terimakasih ya dear Allah menjadikan saya MACAN TUTUL.. gggrrrhhh… hehehe…

Wednesday, May 21, 2008